Pada alegori gua Plato, seseorang perlu beranjak menuju sisi terang untuk dapat memahami sisi yang gelap. Situasi demikian memunculkan persoalan mengenai ulang-alik pemaknaan dalam melihat bayangan.
Seperti kita tahu, pertunjukan wayang adalah permainan bidang gelap yang tercipta melalui kerja cahaya di balik kelir, sehingga penonton semestinya diposisikan untuk menatap permainan bayangan (wilayah citraan) untuk dapat memahami hakikat objek-objek inderawi (wilayah pemikiran) di belakangnya. Namun, dalam kasus pertunjukan wayang kulit yang saya alami, agaknya saya mendapati perspektif yang berbeda dalam melihat bayangan. Sehingga hal ini menjelaskan bagaimana seorang tahanan yang tercerahkan tersebut telah membunuh ilusi yang terbangun di kepala para tahanan lainnya ketika ia kembali ke dalam gua untuk menjelaskan dimensi realita di luar apa yang dipersepsikan para tahanan lain.
Plato menegaskan bahwa realitas sesungguhnya berada pada wilayah pemikiran tempat hakikat dari objek-objek inderawi berada dan mendasari realitas inderawi yang dapat kita persepsikan. Persoalan selanjutnya muncul ketika apa yang kami lihat waktu itu bukan lagi wilayah citraan atau bayang-bayang, melainkan wilayah sumber citra yang terpantul oleh cahaya, yaitu wilayah benda-benda.īerangkat dari kerangka ontologis yang dibeberkan Plato, mungkin kami sebagai penonton wayang adalah salah seorang tahanan yang berhasil terbebas untuk melihat bagaimana hukum-hukum yang mendasari realitas pada bayangan gua. Para angkara murka di sisi kanan dan para satria di sisi kiri. Jajaran tokoh wayang pun bertukar posisi. Sayangnya, pertunjukan wayang yang saya tonton kala itu keluar dari pakemnya dengan menghadapkan dalang bersama kelompok karawitan di hadapan penonton. Jajaran wayang dibagi menjadi dua di sisi kanan diisi para kesatria dan di sisi kiri diisi para angkara murka. Idealnya, pertunjukan wayang dimainkan dari balik kelir atau layar besar berwana putih, sementara di belakangnya disorotkan cahaya dari blencong atau lampu minyak, sehingga penonton dapat melihat figur-figur pewayangan yang dimainkan dalang melalui bayangan yang jatuh pada kelir. “Wayang”, “wayangan”, atau “ayang-ayang” adalah istilah bagi “bayangan” dalam Bahasa Jawa.
Pengandaian Socrates di atas mengingatkan saya pada pertunjukan wayang kulit yang sempat saya nikmati sewaktu kecil. Sehingga bayang-bayang benda yang muncul pada dinding gua di hadapan para tahanan tersebut dipersepsikan sebagai satu-satunya realita bagi para tahanan gua. Di belakang dinding tempat para tahanan dirantai, terdapat pancaran sinar obor yang dilalui oleh iring-iringan para pembawa benda. Para tahanan ini dirantai pergelangan tangan dan lehernya pada sebuah dinding dalam kondisi tetap, sehingga mereka tidak dapat melihat satu sama lain, bahkan dirinya sendiri. Cerita Ramayana (18 lakon) 4.Pada alegori gua yang ditulis Plato dalam buku Republic, Socrates meminta Glaucon untuk membayangkan tentang sekelompok tahanan yang sepanjang hidupnya terbelenggu di dasar gua. Macam-Macam Lakon Wayang Kulit menurut pakem surokarto lan sekitaripun sing mengacu pada Serat Pedhalangan Ringgit Purwa karya KGPAA Mangkunegara VII yang terdiri dari 37 jilid berisi 177 lakon dan terbagi 4: 1. Untuk dapat memahami cerita wayang (lakon), penonton harus memiliki pengetahuan akan tokoh-tokoh wayang yang bayangannya tampil di layar.
Dalang memainkan wayang kulit di balik kelir, yaitu layar yang terbuat dari kain putih, sementara di belakangnya disorotkan lampu listrik atau lampu minyak (blencong), sehingga para penonton yang berada di sisi lain dari layar dapat melihat bayangan wayang yang jatuh ke kelir. Wayang kulit dimainkan oleh seorang dalang yang juga menjadi narator dialog tokoh-tokoh wayang, dengan diiringi oleh musik gamelan yang dimainkan sekelompok nayaga dan tembang yang dinyanyikan oleh para pesinden. Wayang berasal dari kata 'Ma Hyang' yang artinya menuju kepada roh spiritual, dewa, atau Tuhan Yang Maha Esa.
Cerita Wayang Nusantara Offline berisi lengkap tentang cerita-cerita wayang, Wayang kulit adalah seni tradisional Indonesia yang terutama berkembang di Jawa.